DENGKI BUAH DARI AMARAH
أن الغيظ إذا كظم لعجز عن التشفّي في الحال رجع إلى الباطن, فاحتقن فيه فصار حِقدا. وعلامته دوام بغض الشخص واستـثقاله والنفور منه , فالحقد ثمرة الغضب, والحسد من نـتائج الحقد
"Jika marah dipendam karena ketidakmampuan melampiaskannya, maka amarah itu akan berbalik ke batin, mendekam di dalamnya dan menjadi dengki. Tandanya ialah senantiasa membeci orang yang dimaksudkan, merasa berat jika bertemu dengannya dan berusaha untuk menghindarinya. Dengki merupakan buah dari amarah, sedangkan iri buah dari dengki". (Kitab Minhaj al-Qashidin, Ibnu Qudamah)
Jika Allah melimpahkan suatu kenikmatan kepada saudaramu (sesama muslim), maka ada dua sikap yang muncul dalam menghadapi keadaan ini :
1. Engkau membeci nikmat itu dan merasa suka jika nikmat itu lenyap. Inilah yang dinamakan الحَسَد ‘Hasad’.
2. Engkau tidak membeci keberadaan nikmat itu dan tidak menginkan ia lenyap, tetapi di dalam hatimu ada keinhginan untuk mendapatkan kenikmatan yang serupa. Ini dinamakan غِبْطَة ‘Ghibthah’ (ingin mendapatkan apa yang didapatkan orang lain).
Ada lagi bentuk lainnya, yaitu kegembiraan yang muncul lantaran orang lain mendapat kesusahan. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:
إِنْ تَمْسَسْكُمْ حَسَنَةٌ تَسُؤْهُمْ وَإِنْ تُصِبْكُمْ سَيِّئَةٌ يَفْرَحُوا بِهَا ۖ
“Jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi Jika kamu mendapat bencana, mereka bergembira karenanya.” (QS. Ali Imran : 120)
Kegembiraan seperti ini dinamakan شماتة ‘Syamatah’, yakni gembira yang timbul lantaran mendengar atau melihat adanya kesusahan, kecelakaan, kemalangan atau bencana yang menimpa orang yang dianggap sebagai saingan atau lawan. Hasad dan syamatah ini selalu beriringan dan berhubungan erat.
Ada suatu bentuk lain yang tampaknya seolah-olah bagaikan hasad, tetapi sebenarnya tidak, yaitu berlomba-lomba dalam mengerjakan kebaikan. Ini dinamakan المُنَافَسَة ‘Munafasah’. Hal ini tidaklah haram sebagaimana haramnya hasad, bahkan dianjurkan dan dituntut oleh syariat. Firman Allah Ta’ala:
وَفِي ذَٰلِكَ فَلْيَتَنَافَسِ الْمُتَنَافِسُونَ
“Dan untuk yang demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba” (QS. Al-Muthaffifin : 26)
سَابِقُوا إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ
“Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Tuhanmu dan surga.” (QS. Al-Hadid : 21). (Lihat kitab Mau’izhah al-Mukminin).
Ibnu Qudamah menyebutkan dalam kitabnya “Minhaj al-Qashidin”, kami meriwayatkan bahwa Allah berfirman,
الحاسد عدو نعمتي , مُتَسَخّطٌ لِقضائي , غير راض بِقسمتي بين عبادي
“Pendengki itu merupakan musuh nikmat-Ku, marah kepada takdir-Ku dan tidak ridha terhadap pembagian-Ku di antara hamba-hamba-Ku”.
Ada beberapa sebab yang menimbulkan dengki, yaitu: Permusuhan, sifat takabur, ujub, cinta kedudukan, jiwa yang kotor dan kikir. Yang paling menonjol adalah permusuhan dan kebencian. Siapa yang disakiti orang lain karena sebab tertentu dan menghalangi tujuannya, tentu akan membuat hatinya kesal, lalu tumbuh rasa dengki.
Dengki memerlukan pelampiasan dendam. Andaikata musuhnya ditimpa musibah, maka dia merasa senang dan mengiranya sebagai hadiah dari Allah bagi dirinya. Begitu pun sebaliknya. Dengki pasti melahirkan kebencian dan permusuhan. Dua hal yang tidak lepas dari dirinya. Tapi orang yang bertakwa tentu tidak akan berbuat aniaya dan tidak menginginkan hal ini terjadi pada dirinya.
Maraknya kedengkian di antara manusia disebabkan maraknya sebab yang menimbulkan kedengkian tersebut. Hal ini lebih banyak terjadi di atara sesama teman, sejawat, saudara atau dengan kerabat. Mereka saling mendengki karena adanya persaingan dengan orang lain untuk mendapatkan satu maksud yang sama-sama didinginkan, sehingga mereka pun saling membenci.
Karena itu kita lihat orang yang berilmu mendengki orang berilmu lainnya dan bukan kepada ahli ibadah. Seorang ahli ibadah mendengki ahli ibadah lainnya dan bukan kepada orang yang berilmu. Seorang pedagang mendengki pedagang lainnya. Tukang mendengki tukang lainnya, dan tidak mengdengki pedagang, kecuali jika ada sebab-sebab tertentu. Sebab tujuan setiap orang tentu berbeda dengan tujuan orang lain.
Pangkal semua masalah ini adalah cinta kepada dunia. Dunia inilah yang membuat dua pesaing merasa tempat berpijaknya menjadi sempit. Berbeda dengan urusan akhirat yang tidak akan membuat seseorang merasa sempit. Karena itu sesama ulama tidak ada yang saling mendengki. Sebab tujuan mereka adalah ma’rifah kepada Allah, kedudukan di sisi Allah, harapan mereka adalah kebahagiaan dan kesenangan akhirat. Hanya saja jika para ulama itu ada maksud untuk mendapatkan harta dan kedudukan serta maksud-maksud keduniawian lainya, tentu saja mereka akan saling mendengki.
Dengki itu merupakan penyakit hati yang parah. Penyakit-penyakit hati tidak bisa disembuhkan kecuali dengan ilmu dan amal. Ilmu yang bermanfaat untuk penyakit dengki adalah, engkau harus mengetahui sebuah hakikat bahwa dengki itu sangat berbahaya bagi agama dan duniamu, sementara orang yang didengki tidak mendapatkan bahaya apa pun dalam keduaniaannya atau agamanya, bahkan ia bisa mengambil manfaat, sebab kenikmatan yang telah Allah tetapkan bagi dirinya tetap menjadi miliknya hingga waktu yang ditentukan-Nya, dan tidak akan hilang dari dirinya karena dengkimu itu. Sementara tidak ada yang berbahaya bagi dirinya untuk urusan akhirat, karena di sama sekali tidak berdosa lantaran didengki dan bahkan dia memperoleh manfaat, sebab dia termasuk orang dizhalimi karena ulahmu, terlebih lagi jika kedengkianmu itu tercetus lewat perkjataan atau perbuatan.
Jika engkau orang yang berakal, hindarilah dengki, karena dengki itu akan menyiksa hatimu, tanpa membawa manfaat apa pun, terlebih-lebih jika engkau mengetahui dan meyakini adanya pembalasan dan azab akhirat.
اَللَّهُمَّ طَهِّرْ قَلْبِيْ مِنْ كُلِّ خُلُقٍ لَا يُرْضِيْكَ، اَللَّهُمَّ طَهِّرْ قَلْبِيْ مِنَ الْغِلِّ وَالْحِقْدِ وَالْحَسَدِ وَالْكِبْرِ، اَللَّهُمَّ طَهِّرْ قَلْبِيْ مِنْ كُلِّ سُوْءٍ وَمِنْ كُلِّ أَذًى وَمِنْ كُلِّ دَاءٍ
“Ya Allah, bersihkanlah hatiku dari prilaku yang membuat-Mu tidak ridla. Ya Allah, bersihkanlah hatiku dari ghill (permusuhan, dendam, sakit hati dan dengki), iri, hasad dan sombong. Ya Allah, bersihkanlah hatiku dari seluruh keburukan, kesakitan dan seluruh penyakit”.
Sumber : https://www.facebook.com/abi.hamdi